Minggu, 26 Juli 2009

ARTIKEL


ABSTRACT


MOH. ARIF: Implementation of Contextual Teaching and Learning (CTL) in Science Learning through Traditional Games. Thesis. Yogyakarta: Graduate School, Yogyakarta State University, 2009

This study aims to find out the differences due to the implementation of CTL through traditional games and that of conventional learning in terms of: (1) students’ scientific activities, (2) learning participation, and (3) science learning outcomes.
This study was a quasi-experimental study involving the independent variable, namely the implementation of CTL through traditional games and that of conventional learning, and the dependent variables consisting of: (1) students’ scientific activities, (2) learning participation, and (3) science learning outcomes. The experimental research design involving the experimental and control groups was the randomized control-group pretest-posttest design. The treatment was the implementation of CTL through traditional games in science learning for the topics consisting of Gravitational Force, Frictional Force, and Color Light. The research population comprised year V students of MIN Kauman Jombang and the sample consisted of students in classes VA and VB who were randomly selected. The data were collected by using a test and a Likert-scale questionnaire. The data were analyzed by using the t-test, and the instrument validity was assessed by using the item and test analysis.
The results of the study show that: (1) there is a significant difference in scientific activities in science learning between the students in the group implementing CTL through traditional games and those in the group implementing conventional learning with t = 6,802 and p = 0.000 at α = 0.05, (2) there is a significant difference in learning participation between the students in the group implementing CTL through traditional games and those in the group implementing conventional learning with t = 5,107 and p = 0.000 at α = 0.05, and (3) there is a significant difference in science learning outcomes between the students in the group implementing CTL through traditional games and those in the group implementing conventional learning with t = 8,602 and p = 0.000 at α = 0.05. From the results of the analysis, it can be concluded that there is a significant effect of the implementation of CTL through traditional games on scientific activities, learning participation, and science learning outcomes of the students in the group implementing it in comparison with those in the group implementing conventional learning.

IMPLEMENTASI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA PEMBELAJARAN SAINS MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL


PENDAHULUAN
Latar belakang
Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan, peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, inovasi, terbuka dan demokratis. Oleh karena itu perbaikan pendidikan harus selalu dilakukan untuk mencapai kualitas pendidikan nasional serta dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumberdaya manusia.
Peningkatan mutu pedidikan sekolah dasar hanya akan terjadi secara efektif bilamana dikelola melalui manajemen yang tepat (Ibrahim Bafadal, 2007:36). Pendidikan sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang sangat penting keberadaannya serta mempunyai peran dalam meningkatkan SDM, sehingga melalui pendidikan di sekolah dasar, diharapkan dapat menghasilakan manusia Indonesia berkualitas. (Suharjo, 2006:1).
Daripada itu, bahwa pendidikan masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar, sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa adalah pendekatan kontekstual (CTL). Pembelajaran kontekstual lebih dimaksudkan suatu kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang mengedepankan idealitas pendidikan sehingga benar-benar menghasilkan kualitas pembelajaran yang efektif dan efisien. (Saehkan Muchict, 2008:2)
Dalam konteks pembelajaran di kelas, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi belajar daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) datang dari “menemukan sendiri”, bukan dari “apa kata guru semata”. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual (Burhan Yasin, Nur Hadi & Senduk, 2004: 5).
Pembelajaran sains di Sekolah Dasar diharapkan tidak hanya bersifat teoritik tetapi juga dapat mengenalkan media pembelajaran dengan menggunakan permainan tradisonal, karena dalam permaianan tradisional mempunyai nilai nilai pengetahuan yang seharusnya dilestarikan oleh guru, sekalipun pada kenyataannya permainan tradisional sedidikit demi sedikit ditinggalkan, permainan tradisional merupakan ciri suatu bangsa, dan hasil suatu peradaban.
Bagi anak permainan dapat dijadikan kegiatan yang serius, tetapi mengasyikan. Melalui permainan, berbagai pekerjaannya dapat terwujud dan permainan dapat dipilih oleh anak karena menyenangkan bukan untuk memperoleh hadiah atas pujian (Cony Semiawan, 2008: 20)
Dengan demikian bahwa dalam pelaksanaan Pembelajaran kontekstual (CTL) menjadi pilihan karena dapat menumbuhkan kemampuan guru dalam melaksanakan proses pemebalajaran yang lebih mengedepankan upaya pemberdayaan siswa, sehingga dapat menghasilkan kualitas pembelajaran yang efektif dan efisien. pelajaran sains diharapkan menjadi lebih menyenangkan baik bagi guru maupun siswa, dan menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan dan pengajaran dalam upaya menghidupkan kelas secara maksimal. Dari sinilah kemudian bahwa pembelajara CTL dalam pembelajaran sains melalui permainan tradisonal di MIN Jombang dapat memberikan inspirasi baru bagi anak didik untuk menumbuhkan pemahaman serta pemaknaan terhadap apa yang dipelajarinya serta permainan yang dilakukan dalam kehidupan sehari hari
Rumusan Masalah dan tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang menjadi fokus penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) apakah ada perbedaan pengaruh kegiatan ilmiah pada belajar sains antara siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning melalui permainan tradisional dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan konvensional? (2) Apakah ada perbedaan pengaruh partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran sains antara yang diberi pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning melalui permainan tradisional dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan konvensional? (3) Apakah ada perbedaan pengaruh hasil belajar sains antara siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning melalui permainan tradisional dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan konvensional?
Adapun tujuan sebagai berikut: (1) untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh kegiatan ilmiah pada belajar sains siswa antara yang diberi pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning melalui permainan tradisional dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan konvensional; (2) untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran sains antara yang diberi pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning melalui permainan tradisional dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan konvensional; (3) untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh hasil belajar sains siswa antara yang diberi pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning melalui permainan tradisional dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan konvensional
Kajian Teori
Pengertian dan Konsep Dasar CTL
Contextual Teaching and Learning (CTL ) dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang berhubungan langsung dengan dunia nyata yang berkembang dan terjadi di lingkungan sekitar siswa sehingga siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dengan kehidupan sehari-hari mereka (Khoiruddin & Mahfud, 2007: 199)
Pembelajaran kontekstual (CTL) juga merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari pengkontruksian sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masayarakat. Pembelajaran kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan bermakna, karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya (Burhan Yasin, 2004: 4)
Pengertian Permainan Tradisional
Permainan tradisonal merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya permainan anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan. Aktivitas permainan yang dapat mengembangkan aspek-aspek psikologis anak dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan menuju dunia orang dewasa.
Permaianan digunakan sebagai istilah luas yang mencakup jangkauan kegiatan dan prilaku yang luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan yang sesuai dengan usia anak. Menurut Pellegrini (1991: 241) dalam Naville Bennet (1998: 5-6) bahwa permainan didefinisikan menurut tiga matra sebagai berikut: (1) Permainan sebagai kecendrungan, (2) Permainan sebagai konteks, dan (3) Permainan sebagai prilaku yang dapat diamati.
Menurut Mulyadi (2004: 30) bermain secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan yang terdapat lima pengertian bermain; (1) sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak (2) tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik (3) bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta melibatkan peran aktif keikutsertaan anak, dan (4) memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial.
Oleh karena itu, bahwa permainan tradisional disini adalah permainan anak-anak dari bahan sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat (Sukirman D, 2008:19). Permainan tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah kegiatan rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan dan kenyamanan sosial. Dengan demikian bermain suatu kebutuhan bagi anak. Jadi bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari termasuk dalam permainan tradisional (Cony Semiawan. 2008: 22)
Menurut Bennet (1998:46) dengan ini diharapkan bahwa permainan dalam penddikan untuk anak usia dini ataupun anak sekolah terdapat pandangan yang jelas tentang kualitas belajar, hal ini diindikasikan sebagai berikut: (1) gagasan dan minat anak merupakan sesuatu yang utama dalam permainan, (2) permainan menyediakan kondisi yang ideal untuk mempelajari dan meningkatkan mutu pembelajaran, (3) rasa memiliki merupakan hal yang pokok bagi pembelajaran yang diperoleh melalui permainan, (4) anak akan mempelajarai cara belajar dengan permainan serta cara mengingat pelajaran dengan baik, (5) pembelajaran dengan permainan terjadi dengan gampang, tanpa ketakutan, (6) permainan mumudahkan para guru untuk mengamti pembelajaran yang sesungguhnya dan siswa akan mengalami berkurangnya frustasi belajar.
Permainan tradisional sebagai media pembelajaran sains adalah sebagai berikut:
bola bekelan merupakan mainan tradisional yang sering dimainkan oleh anak-anak perempuan di masa lalu atau sampai sekarang yang dilakukan secara berkelompok, mainan ini juga dapat dijadikan media pembelajaran sains pada pokok bahasan gaya gravitasi yaitu untuk mengetahui kecepatan jatuh benda, bola bekelan dengan cara dilempar ke atas kemudian jatuh, dan bola bekel dilemapar dengan cara membandingkan antara bola bekel kecil dan besar. Bola bekel sebagaimana pada gamber 1 tersebut:


Macam-macam bola bekel bola bekel
Gambar 1
Permainan Tradisional (Bola bekel)
parasut merupakan mainan anak-anak yang dibuat dari bahan-bahan tradisional, mainan ini juga sering dimainkan anak-anak usia dini maupun anak sekolah dasar. Pada mainan ini, secara sederhana dapat dijadikan media pembelajaran pada pelajaran sains, permainan ini dimodifikasi dengan cara satu diberi beban pada busur parasut dan yang lain tidak sehingga anak dapat membandingkan andanya pengaruh besar kecilnya gaya gravitasi pada dua parsut tersebut sebagaimana gambar 3 tersebut:




Gambar 3.
Permainan tradisional (Parasut)
yoyo adalah permaian tradisonal yang diamainkan oleh rakyak masa lampau sampai sekarang, hal ini dapat dijadikan media pembelajaran sains guna untuk mengetahui adanya pengaruh gesekan pada permainan sebagaimana pada gambar 4 tersebut.



Gambar 4
Permainan tradisional (yoyo)
Adapun mainan ini dapat diketahui dalam kegiatan pembelajaran sains pada materi gaya gesek yaitu untuk mengetahui adanya pengaruh gesekan, yoyo dimainkan sampai menyentuh lantai kemudian membandingkan antara yoyo yang dibereri batu korek api pada kedua lempengan dengan yoyo yang tidak diberi batu korek, dari kedua yoyo tersebut mana yang menimbulkan percikan api, maka hal tersebut terjadi pengaruh gesekan.
pada mainan gasingan dalam pembelajaran sains dapat digunakan untuk mengetahui adanya gaya gesek dengan cara memodifikasi antara lancip dan tidak sehingga dapat diketahui besar kecilnya gesekan yang dihasilkan sebagaimana pada gambar 5 tersebut


Bentuk Lancip Bentuk Tumpul
Gambar 5
Permainan Tradisional (Gasingan)
Jagram, adapun jagram merupakan mainan tradisional yang dapat dijadikan media pembelajaran sains: misalnya pada pokok bahasan cahaya, dimana jagram dapat dimodifikasi menjadi beberapa warna antara pencampuran dari pada warna primer dan skunder dengan cara dimainkan (diputar) sehingga dapat mengetahui adanya perubahan warna dan pembiasan, sebagaimana pada gambar 6 tersebut:



Gambar 6
Permainan Tradisional (Jagram)
Pembelajaran sains
Ilmu pengetahuan alam (sains) dalam arti sempit adalah disiplin ilmu yang terdiri dari physical sciences (ilmu fisik) dan life sciences (ilmu biologi). Jadi sains atau IPA adalah pengetahuan tentang alam semesta dengan segala isinya. Artinya segala sesuatu yang diketahui oleh manusia yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dengan segala isinya.
Menurut Abrucato (1996: 2) tentang sains:
Science is the knowledge gathered through a group of processes that people use systematical to make discoveries aboaut the natural world. Knowledge is characterized by the values and attitudes of the people who use these processes.

Maksud dari hal tersebut, bahwa pengertian sains dapat diartikan sebagai suatu pengetahauan yang diperoleh melalui kegiatan proses untuk menemukan informasi tentang dunia sekitar. Sedangkan pengatahuan tesebut sebagai nilai-nilai dan sikap seorang dalam menggunakan proses ilmiah untuk memperoleh pengetahuan. Demikian juga menurut Howe & Linda (2000:6) “science is a way of finding out what those patterns are. Scientists use both their own senses and various instruments some times very complicated ones to observe the world”. Ilmu pengetahuan (sains) adalah satu jalan atau cara tentang mengenali terhadap suatu pola-pola tertentu. Sehingga para ilmuwan dapat menggunakan pikiran sehat mereka sendiri dalam berbagai instrumen dalam waktu yang sangat komplit untuk mengamati dunia.
Dalam Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan sains (IPA) dengan kehidupan sehari siswa, pembelajaran sains di SD perlu didasarkan pada pengalaman membantu siswa belajar IPA, mendeskripsikan, dan menjelaskan hasil kegiatan prosedurnya, dengan tujuan utama bahwa pembelajaran IPA SD dapat membantu siswa memperoleh ide, pemahaman dan keterampilan (skill) esensial sebagai warga negara. (Usman Samatowa, 2006: 146).
Kegiatan pembelajaran IPA di sekolah dasar didasari atas keingin tahuan anak untuk menggali berbagai pengetahuan baru, dan akhirnya dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga guru dapat harus memperhatikan beberapa hal; (1) melalui kegiatan belajar IPA anak telah memiliki berbagai konsepsi, pengetahuan yang relevan dengan apa yang mereka pelajari (2) melakukan aktivitas melalui berbagai kegiatan nyata dengan alam yang mejadi pilihan utama dalam belajar IPA (sains), (3) dalam setiap kegiatan anak di anjurkan untuk bertanya, karena hal ini sangatlah penting untuk menumbuhkan gagasan dan memberi respon yang relevan terhadap masalah yang muncul, (4) memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan berfikir dalam menjelaskan suatu masalah (Usman S, 2006: 7-8)
Hasil Belajar Pada Pembelajaran Sains di SD/MI
Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam prilakunya. Perubahan diperoleh melaui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.
Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. (Patta B, 2006: 17)
Oleh karenanya, hasil belajar dapat berupa perubahan dalam kemampuan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik tergantung dari tujuan pembelajaran. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan.
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yaitu “hasil” dan “belajar”. dengan pengertian yaitu hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan perubahan input secara fungsional. (Purwanto, 2009: 44)
Untuk mendeskripsikan mengenai hasil belajar siswa dalam hal ini ditinjau dari kegiatan proses belajar sains yang berupa kompetensi kognitif (Kemampuan siswa), afektif (sikap atau partisipasi) dan psikomotorik (Prilaku atau kegiata ilmiah).
Metode Penelitian
Penilitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen (quasi experimental research). Dengan menggunakan metode eksperimen semu dapat diungkapkan perbedaan terkait dengan pendekatan CTL pada pembelajaran sains melalui permainan tradisional terhadap kegiatan ilmiah, partisipasi hasil belajar siswa di MIN dengan suatu tindakan
Desain Penelitian eksperimen ini menggunakan desains "Randomized control group pre test-post test group” dimana sampel dibagi menjadi dua kelompok secara random dari populasi yang dilakukan secara acak . Kelompok pertama mendapatkan perlakuan (kelompok eksperimen) dan kelompok kedua sebagai kontrol (kelompok kontrol) (Sugiyono, 2007:112)
Adapun tempat penelitian yaitu di Madrasah Ibtidaiyah Negeri tahun ajaran 2007-2008 yang terletak di jantung kota Jombang. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V MIN Kauman Jombang tahun ajaran 2008-2009 yang terdiri dari 3 kelas paralel dengan jumlah siswa sebanyak 110 siswa laki-laki dan perempuan. Sedangkan Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas V-A dan V-B semester genap tahun ajaran 2008-2009 sebanyak dua kelas dengan jumlah 72 siswa MIN Kauman Jombang. Dengan ketentuan kelas V-A sebagai kelas kontrol yang berjumlah 36 siswa dan kelas V-B sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 36 siswa
Dalam penelitian ini, meliputi variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas dalam pembelajaran ini meliputi: 1) Implementasi CTL melalui permainan tradisional, 2) Pembelajaran dengan cara biasa (konvensional). Dan variabel terikat meliputi: 1) Kegiatan ilmiah dengan penerapan CTL dalam pelajaran sains, 2) Partisipasi dalam kegiatan pembelajaran sains, dan 3) hasil belajar sains siswa. Untuk variabel kontrol meliputi pengetahuan awal siswa, guru dan materi ajar sains
Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian berupa: Rating Scale (Observasi), Angket berupa Quesioner, dan tes (Pre Test dan Post Test). Untuk memperoleh data yang akurat, maka teknik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
Teknik non tes yang meliputi:
Lembar rating scale (observasi) untuk mendapat informasi tentang kegiatan ilmiah pada pelajaran sains
Lembar angket untuk mengetahui partisipasi dalam kegiatan pembelajaran sains siswa selama kegiatan berlangsung
Tes
Skor tes awal (pretest),hasil belajar sains siswa, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum dilakukan perlakuan sesuai dengan topik yang ditentukan
Skor tes akhir (postest) hasil belajar sains siswa, dengan tujuan untuk mengetahui adanya perubahan yang terjadi pada diri responden setelah diberi perlakuan.
Analisis data dengan menggunakan uji t. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan nilai t dari perhitungan dengan nilai t yang ada dalam tabel untuk degree of freedom (jumlah sampel dikurangi satu dan taraf signifikan tertentu) dan probabiltas (p). Bila nilai t hitung yang diperoleh lebih kecil dari nilai t tabel, hipotesis nol (Ho) diterima, berarti tidak ada perbedaan nilai rata-rata yang cukup berarti antara kedua kelompok. Sebaliknya bila t hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai t tabel maka hipotesis nol ditolak, berarti ada perbedaan nilai rata-rata yang berarti kedua kelompok
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
t=(X_1-X_2)/(s√(1/n_1 )+1/n_2 )
dengan 〖 S〗^(2 )=(n_1-1) s_1^2+ (n_2-1) s_2^2
keterangan:
(X_1 ) ̅ = nilai rata-rata post test kelompok eksperimen
(X_2 ) ̅ = nilai rata-rata post test kelompok kontrol
S_1 = standar deviaasi nilai post test kelompok eksperimen
S_2 = standar deviaasi nilai post test kelompok kontrol
N_1 = Jumlah siswa kelas eksperimen
N_2 = Jumlah siswa kelas kontrol (Sudjana, M.A, 1992: 239)

Hasil-hasil Pembahasan
Pengujian hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hipotesis nol (Ho) yang diajukan ditolak atau diterima pada taraf kepercayaan tertentu. Dari hasil analisis dan uji hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bahwa kegiatan ilmiah pada pelajaran sains siswa dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional lebih baik dari pada siswa dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dilihat dari hasil analisis data ketika dilakukan penelitian dilapangan dengan kegiatan pembelajaran pendekatan CTL melalui permainan tradisional dapat memudahkan serta menghidupkan kegiatan pembelajaran yang baik, aktif, kreatifitas dan keinginan siswa dapat dilihat dalam kegiatan belajar sains, pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, tetapi pada murid, siswa dalam belajar akan merasakan asyiknya belajar sains yang selama ini bahwa pembelajaran sains sangat menakutkan.
Bahwa dengan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang didalamnya siswa akan menjadi aktif dan dapat membantu guru menghubungkan materi pelajaran pada dunia nyata serta memotivasi siswa dalam kegiatan pembejaran. Sedangkan kegiatan permainan dalam pembelajaran dapat menarik siswa cerdik, menyenangkan dan sangat memikat dalam meningkatkan hasil belajar siswa (Dave Meier, 2003: 207). Hipotesi pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan pengaruh kegiatan ilmiah pada pelajaran sains dengan pendekatan contextual teaching and learning melalui permainan tradisional dibandingkan siswa yan diberi dari pembelajaran sains konvensional Ho: µ₂: Hi: µ₁ # µ₂ dengan 𝛼 = 0,05.
Dari hasil penghitungan SPPS For Windows 15 ternyata di peroleh t = 6,802 dan p = 0,000, pada 𝛼 = 0,05. Karena t hitung = 6,802 dan p = 0,000 pada 𝛼 = 0.05 maka Ho ditolak. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan pada siswa yang diberi pendekatan CTL melalui permainan tradisional dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Artinya bahwa dengan perlakuan atau treatment dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional pada pembelajaran sains lebih tinggi terhadap kegiatan ilmiah dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional dalam pelajaran sains, dimana pembelajaran sains lebih menyenangkan, enjoy dan penuh kreatifitas pada siswa dibandingkan siswa yang diberikan pembelajaran konvensional.
Aspek partisipasi dalam proses pembelajaran sains siswa dengan pendekatan CTL melalui perminan tradisional lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan siswa yang diberikan pembelajaran konvensional, dimana partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran sains sangat rendah, partisipasi dalam proses kegiatan pembelajaran sangat memberikan dampak positif bagi siswa dalam pelajaran sains, sehingga siswa beranggapan bahwa pelajaran sains adalah pelajaran yang menyenangkan dan siswa selalu aktif mengikuti pelajaran sains di sekolah terutama bagi siswa yang diberi perlakuan melalui permainan tradisional dalam pembelajaran sains. Partisipasi siswa dalam kegiatan belajar sains yaitu menyangkut kegiatan perencanaan, pelakasanaan dan evaluasi pembelajaran. (Mulyasa, 2006: 156). Hipotesi ini, diajukan dalam penelitian adalah adanya perbedaan pengaruh partisipasi dalam proses pembelajaran sains siswa dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional dibandingkan siswa dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal ini, yang di uji adalah hipotesis nol (Ho) yang menyatakan tidak ada perbedaan pengaruh partisipasi dalam proses pembelajaran sains siswa dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional.
Ho: µ₁ ₌ µ₂; H₁: µ₁ # µ₂ dengan 𝛼 ₌ 0,05
Dari penghitungan melalui SPSS for windows 15 ternyata t = 5,107 dan p = 0,000, Pada 𝛼 = 0,05. Karena thitung 5,107 dan p = 0,000 pada 𝛼 = 0,05 maka Ho ditolak. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan pada siswa yang diberi perlakuan dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional dibandingkan dengan siswa diberi pembelajaran konvensional. Artinya bahwa dengan perlakuan dapat menyebabkan tingginya patisipasi siswa dalam proses pembelajaran sains dibandingkan siswa yang diberi pembelajaran konvensional.
Aspek hasil belajar sains siswa dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional lebih tinggi dibandingkan hasil belajar sains siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Hasil belajar yang diperoleh melalui kemampuan siswa dalam aspek kognitif dengan menjawab soal objektif tentang materi gaya gravitasi, gaya gesek dan cahaya tentang warna bagi siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional, dimana siswa secara langsung dapat mengetahui hasil proses belajar sains dengan menggunakan permainan tradisional yang siswa gunakan. Hipotesis ini, diajukan dalam penelitian adalah adanya perbedaan pengaruh hasil belajar siswa dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional pada pelajaran sains dibandingkan siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Dalam hal ini yang di uji adalah hipotesis nol (Ho) yang menyatakan tidak ada perbedaan hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional dalam pembelajaran sains dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional.
Ho: µ₁ ₌ µ₂; H₁: µ₁ # µ₂ dengan 𝛼 ₌ 0,05
Dari penghitungan melalui SPSS for windows 15 ternyata diperoleh t = 8,602 dan p = 0,000, Pada 𝛼 = 0,05. Karena thitung = 8,602 dan p = 0,000 pada 𝛼 = 0,05 maka Ho ditolak. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan pada siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional dibandingkan siswa yang diberi pembelajaran konvensional dalam pelajaran sians. Artinya bahwa dengan perlakuan dapat menyebabkan tingginya hasil belajar siswa yang diperoleh dibandingkan siswa yang diberi pembelajaran konvensional.
Penafsiran kategori pada partisipasi dalam kegiatan pembelajaran sains antara siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional dan siswa yang diberi pembelajaran konvensional secara individu dalam kelas dapat dilihat pada tabel 10 sebagai berikut:
Adapun temuan yang diperoleh mengenai partisipasi dalam kegiatan pembelajaran siswa secara individu baik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat sebagaimana pada tabel 1 berikut:
Tabel 1
Rangkuman temuan partisipasi dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan kategori antara kelas kontrol dan eksperimen

No Kategori Kelas Kontrol Ket No Kategori Kelas Experimen Ket
Pre
test Post test Pre
test Post test
1 Sangat Tinggi 11siswa
=30,56% 9siswa
= 25% Turun
3= 8,34% 1 Sangat Tinggi 10 siswa
=27,28% 32 siswa
=88,89% Naik
22 = 61,12%
2 Tinggi 21 Siswa
=58,34% 20Siswa
=55,56% Turun 1 = 2,7% 2 Tinggi 20 siswa
=55,56% 4 siswa
=11,12% Turun 16 = 56,34%
3 Rendah 4 Siswa
=11,12 7 Sisiwa
=19,45% Turun
3= 8,34% 3 Rendah 6 Siswa =16,67% 0 Turun 6 =16,67%
4 Rendah sekali 0 0 4 Rendah sekali 0 0

















Dengan ketentuan temuan pada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional dapat diketahui kategori partisipasi siswa dalam pembelajaran sains yaitu pada kategori sangat tinggi mengalami penurunan sebesar 3= 8, 34%, pada kategori tinggi atau positif mengalami penurunan sebesar 1 = 2,78, pada kategori rendah atau negatif mengalami penurunan sebesar 3 = 8,34% dan pada kategori sangat rendah tetap 0%. Pada kategori partisipasi siswa di kelas tidak ada perubahan yaitu sama tinggi atau positif dengan memiliki rata-rata untuk pre test = 85,25 dan post test menjadi 86,77.
Adapun pada kelas eksperimen untuk katagori sangat tinggi ada peningkatan 22 = 61,12%, pada kata kategori tinggi menagalami penurunan sebesar 16, 58,34%, katagori rendah mengalami penurunan sebesar 6= 16,67% dan pada kategori sangat rendah tidak mengalami perubahan 0 %. Pada kategori partisipasi siswa di kelas ada perubahan yaitu dari kategori tinggi atau positif dengan memiliki rata-rata untuk pre test = 86,22 dengan kategori tinggi atau positif dan post test menjadi 96,16. Sangat tinggi atau sangat positif.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa, dari hasil penelitian dengan implementasi CTL pada pembelajaran sains melalui permainan tradisional sebagai berikut:
Aspek kegiatan ilmiah, yaitu ada perbedaan pengaruh yang signifikan kegiatan ilmiah pada pelajaran sains antara siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui penggunaan permainan tradisional dibandingkan siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Artinya bahwa kegiatan ilmiah pada pelajaran sains siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional lebih tinggi dibandingkan siswa yang diberi pembelajaran konvensional.
Aspek partisipasi, yaitu ada perbedaan pengaruh yang signifikan partisipasi dalam kegiatan belajar sains antara siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui penggunaan permainan tradisional dibandingkan siswa yang pembelajaran konvensional. Artinya bahwa partisipasi dalam pembelajaran sains siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Dan pada aspek kategori partisipasi dalam kelas dalam pembelajaran sains siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui perminan tradisional sangat tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional dengan kategori tinggi,
Aspek hasil belajar sains, yaitu ada perbedaan pengaruh yang signifikan pada siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional dibandingkan siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Artinya bahwa hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui permainan tradisional lebih tinggi dibandingkan hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran konvensional
DAFTAR PUSTAKA

Bennett, Neville. (2005). Teaching through play teachers thinking and classroom practice.(Terjemahan Nur Adi Trastria) USA: Open University press. (Buku asli diterjemahkan 1998)

Burhan Yasin, Nur Hadi & Senduk A, G. (2004). Pembelajaran kontekstual (CTL) dan penerapan dalam KBK ( Ed Rev, Cet 1) Malang penerbit UNM

Cony Semiawan. (2008). Belajar dan pembelajaran pra Sekolah da Sekolah dasar. Jakarta: Indeks

Howe, Ann, C. & Jones, Linda. ( 2003). Engaging children science . New York: Printed in the united states of America

Ibrahim Bafadal (2006). Menajemen peningkatan mutu sekolah dasar, dari sentralisasi menuju desentralisai. Jakarta: PT: Bumi Kasara

Joseph, Abruscato. (1996). Teaching children science, Amirica: A simon & Schuster Company

Khoiruddin &Mahfud. (2007). Kurikulum tingkat satuan pendidikan konsep dan ilmpelentasi di Madrasah. Yogyakarta: Pilar Media

Mayer, Dave. (2003). The accelerated learning handbook, Panduan keratif dan efektif merancang program pendidikan dan pelatihan, (Terjemahan Rahmani Astuti) New York: McGraw. Hill (Buku asili terbit 1999)Suharjo, (2006). Mengenal pendidikan sekolah dasar teori dan praktek. Jakarta: Derektorat Jendral Pendidikan Tinggi RI

Mulyasa, E. (2006). Impelementasi kurikulum 2004 panduan PEMBELAJARAN KBK. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mulyadi, S. (2004). Bermain dan kreativitas(Upaya Mengembangkan kreativitas anak melalui Kegiatan Bermain). Jakarta: Papas Sinar Sinanti

Patta Bundu. (2006). Penilaian keterampilan proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Saekhan Muchith, M. (2008). Pembelajaran kontekstual. Semarang: Grafika

Sudjana, M.A (1992). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyono. (2007). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Usman Samatowa. (2006). Bagaimana membelajarkan IPA di SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional



BIOGRAPHY

Mohammad Arif, S.PdI lahir sumenep, 02 Februari 1982. Pendidikan sarjana jurussan pendidikan agama islam Institut keislaman Hasyim Asy’ari (IKAHA) Tebuireng Jombang, lulus pada tahun 2006 dan pendidikan dasar Universitas Negeri Yogyakarta sekarang 2009.
Pekerjaan sebagai tenaga pengajar pada perguruan tinggi Institut Keislaman Hasyim Asy’ari IKAHA pada Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) sejak tahun 2007

Selasa, 13 Januari 2009

PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA

Mohammad Arif
14 Januari 2009
IKAH Tebuireng Jombang

PENDIDIKAN ISLAM

Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Islam
Tujuan akhir pendidikan dalam Islam adalah proses pembentukan diri peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya (al-Attas, 1984). Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan -terutama peserta didik-- untuk mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Pada masa kejayaan Islam, pendidikan telah mampu menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik, namun seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami kemunduran. Bahkan dalam paradigma pun terjadi pergeseran dari paradigma aktif-progresif menjadi pasid-defensif. Akibatnya, pendidikan Islam mengalami proses 'isolasi diri' dan termarginalkan dari lingkungan di mana ia berada.

Dari gambaran masa kejayaan dunia pendidikan Islam di atas, terdapat beberapa hal yang dapat digunakan sebagai upaya untuk kembali membangkitkan dan menempatkan dunia pendidikan Islam pada peran yang semestinya sekaligus menata ulang paradigma pendidikan Islam sehingga kembali bersifat aktif-progresif, yakni :

Pertama, menempatkan kembali seluruh aktifitas pendidikan (talab al-ilm) di bawah frame work agama. Artinya, seluruh aktifitas intelektual senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai agama (baca; Islam), di mana tujuan akhir dari seluruh aktifitas tersebut adalah upaya menegakkan agama dan mencari ridlo Allah.

Kedua, adanya perimbangan (balancing) antara disiplin ilmu agama dan pengembangan intelektualitas dalam kurikulum pendidikan. Salah satu faktor utama dari marginalisasi dalam dunia pendidikan Islam adalah kecenderungan untuk lebih menitik beratkan pada kajian agama dan memberikan porsi yang berimbang pada pengembangan ilmu non-agama, bahkan menolak kajian-kajian non-agama. Oleh karena itu, penyeimbangan antara materi agama dan non-agama dalam dunia pendidikan Islam adalah sebuah keniscayaan jika ingin dunia pendidikan Islam kembali survive di tengah masyarakat.

Ketiga, perlu diberikan kebebasan kepada civitas akademika untuk melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal.. Karena, selama masa kemunduran Islam, tercipta banyak sekat dan wilayah terlarang bagi perdebatan dan perbedaan pendapat yang mengakibatkan sempitnya wilayah pengembangan intelektual. Dengan menghilangkan ,minimal membuka kembali, sekat dan wilayah-wilayah yang selama ini terlarang bagi perdebatan, maka wilayah pengembangan intelektual akan semakin luas yang, tentunya, akan membuka peluang lebih lebar bagi pengembangan keilmuan di dunia pendidikan Islam pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.

Keempat, mulai mencoba melaksanakan strategi pendidikan yang membumi. Artinya, strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Selain itu, materi-materi yang diberikan juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, setidaknya selalu ada materi yang applicable dan memiliki relasi dengan kenyataan faktual yang ada. Dengan strategi ini diharapkan pendidikan Islam akan mampu menghasilkan sumber daya yang benar-benar mampu menghadapi tantangan jaman dan peka terhadap lingkungan.
Perkembangan islam di seluruh dunia termasuk islam sangatlah berpengaruh terhadap pendidikan islam, hal ditandai dengan berkembangnya pondok pesantren dan lembaga-lemabaga pendidikan islam. ini merupakan sebuah rekontruksi terhadap pendidikan islam sebelumnya, perkembangan ini merupakan suatu perubahan yang mengarah pada nilai positif akan pendidikan islam sendiri, persaingan estafet keilmuan atara cendekiawan islam sudah banyak mewarnai negri kita dengan ide dan pemeikiran yang dilontarkan serta upaya membangun wacana islam yang maju dan berkembang dikalangan masayarakat indonesia.

Mohammad Arif
Salah satu staf pengajar di perguruan tinggi islam jawa timur